Sunday, 21 October 2012

Reptil Terancam Punah Masih Diperdagangkan

Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang mempunyai megadiversity jenis hayati dan merupakan megacenter keanekaragaman hayati dunia. Dengan kondisi yang cukup luas, hutan tropis Indonesia berperan dalam menentukan kehidupan berbagai makhluk hidup di muka bumi. Kondisi hujan dan sinar matahari yang melimpah setiap saat, menciptakan habitat yang sangat ideal bagi tumbuhnya berbagai tumbuhan dan satwa. Sejumlah tumbuhan dan satwa dengan keanekaragaman jenis yang tinggi, telah berkembang lama dalam sejarah perkembangan hutan hujan tropis.

Sayangnya, sejumlah tumbuhan dan satwa liar yang mestinya dapat berperan dalam menjaga mata rantai ekosistem lingkungan, kini telah punah atau menjadi semakin langka. Kepunahan dan kelangkaan ini, disebabkan karena sejumlah tumbuhan dan satwa mengalami eksploitasi yang berlebihan dan kehilangan habitatnya.

Untuk menyelamatkan ancaman kepunahan, beberapa ketentuan nasional dan internasional telah mengatur status tumbuhan dan satwa. Diantaranya: (1) PP. No. 7 Tahun 1999, yang menetapkan dan menggolongkan tumbuhan dan satwa yang dilindungi maupun tidak dilindungi; (2) IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), mengeluarkan daftar yang membahas tentang status berbagai jenis tumbuhan dan satwa; (3) CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), memuat tiga lampiran yang menggolongkan keadaan tumbuhan dan satwa liar.

Sebagai contoh, beberapa reptil seperti Ular Sanca (Python reticulatus); Biawak Air Tawar (Varanus salvator); dan Kura-kura Forsteni (Indotestudo forstenii), statusnya bisa saja berbeda-beda.  Menurut PP. No. 7 Tahun 1999, semua jenis satwa ini digolongkan sebagai satwa yang tidak dilindungi. Tetapi menurut IUCN,  Ular Sanca (Python reticulatus) dimasukan ke dalam status Not Evaluated – NE (tidak dievaluasi); Biawak Air Tawar (Varanus salvator) dimasukan ke dalam status Least Concern – LC (beresiko rendah); Kura-kura Forsteni (Indotestudo forstenii) dimasukan ke dalam statusendangered – EN (genting). Sedangkan menurut CITES, semua jenis satwa ini dimasukan ke dalam Appendiks II, yang artinya dapat diperdagangkan.

Pada aspek perdagangan, Tahun 2010 Kementerian Kehutanan menetapkan jumlah kuota pengambilan dari alam untuk reptil di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu sebanyak 5.000 ekor Ular Sanca (Python reticulatus), 10.000 ekor Biawak Air Tawar (Varanus salvator), dan 150 ekor Kura-kura Forsteni (Indotestudo forstenii). Jika aspek pemanfaatan seperti ini tidak diimbangi dengan upaya konservasi, dikhawatirkan jenis satwa yang unik ini akan punah. Agar spesies satwa ini dapat diselamatkan, maka reptil-reptil ini juga perlu dikelola, dipelihara dan dikembangbiakan.
Di bawah ini merupakan gambaran singkat mengenai Ular Sanca (Python reticulatus); Biawak Air Tawar (Varanus salvator); dan Kura-kura Forsteni (Indotestudo forstenii).

Ular Sanca

Ular Sanca (Python reticulatus) adalah jenis ular yang tidak mangandung bisa. Panjang Ular Sanca (Python reticulatus) terbesar bisa mencapai sepuluh meter lebih. Ular Sanca (Python reticulatus) memiliki warna kulit yang indah menyerupai lingkaran-lingkaran besar dengan kombinasi warna hitam, coklat, kuning dan putih di sepanjang sisi punggungya. Karena Ular Sanca (Python reticulatus) memiliki kulit yang indah dan bermutu baik inilah, banyak orang yang memburu binatang ini untuk diambil kulitnya. Padahal keberadaan Ular Sanca (Python reticulatus) di alam perlu diselamatkan untuk menjaga mata rantai ekosistem lingkungan. Keberadaan Ular Sanca (Python reticulatus) dapat membantu petani, karena ular ini diantaranya memangsa hama tikus.

Biawak Air Tawar

Biawak Air Tawar (Varanus salvator) adalah jenis reptil yang memiliki tubuh berotot dan ekor yang panjang. Berat biawak dewasa bisa mencapai dua puluh lima kilo gram, sedangkan panjangnya bisa mencapai lebih dari tiga meter lebih. Satwa jenis ini berkembang biak dengan bertelur. Biawak betina menyimpan telur-telurnya di pasir atau lumpur di tepian sungai yang bercampur dengan serasah yang kering. Telur akan menetas setelah dihangatkan oleh panas sinar matahari dan proses pembusukan serasah. Biawak merupakan satwa yang pandai memanjat pohon, dan  konon sebelum mengawini betinanya, si jantan biasanya akan berkelahi lebih dulu untuk memperlihatkan keperkasaannya. Untuk mempertahankan hidupnya, biawak akan memakan beberapa mangsanya seperti serangga, yuyu, kodok, ikan, kadal dan tikus. Sama halnya dengan Ular Sanca, keberadaan biawak dalam mata rantai ekosistem dapat membantu petani, karena memangsa beberapa hama sawah di atas.

Kura-kura Forsteni

Kura-kura Forsteni (Indotestudo forstenii) merupakan kura-kura yang hidup di darat. Penyebaran satwa ini cukup luas mulai dari Perbukitan Lembah Palu sampai sekitar Gorontalo. Menurut Wikipedia, pada mulanya para pakar mengira satwa ini merupakan kura-kura introduksi, disebabkan rupanya yang identik dengan kerabatnya dari India, Indotestudo travancorica. Namun, mengingat sebarannya yang cukup luas di Sulawesi, studi berikutnya membuktikan bahwa kura-kura ini merupakan jenis yang tersendiri. Meski demikian, dari segi kelestarian jenis, daerah sebaran seluas itu masih terhitung sempit. Habitat satwa ini adalah hutan musim dan pamah campuran. Habitatnya di perbukitan Lembah Palu dicirikan oleh adanya dominasi tumbuhan Centong Duri (Opuntia nigricans, Euphorbiaceae). Ditambah dengan keadaan populasinya yang tak seberapa, Kura-kura Forsteni mudah terancam punah. Terutama oleh ancaman eksploitasi yang berlebihan dan kehilangan habitat.

No comments:

Post a Comment

Budayakan Budaya Sopan
No SARA
Peace
Hijau Alam Kita